Saturday, 7 May 2011

Kasih Ibu & Bapa

Pada zaman dahulu, terdapat sebatang pohon epal pohon epal ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan epal sepuas hatinya, dan ada kalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon epal tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon epal itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan menjadi remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon epal tersebut. Suatu hari dia datang kepada pohon epal tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.” Aku bukan lagi anak-anak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja itu.” Aku mau mainan dan aku memerlukan uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon epal itu berkata, “Kalau begitu, petiklah epal-epal yang ada padaku, kemudian jual untuk mendapatkan uang. Dengan begitu, kau dapat membeli mainan yang kauinginkan.”

Remaja itu dengan gembiranya memetik semua epal di pohon itu dan pergi. Dia tidak kembali lagi setelah kejadian tersebut. Pohon epal itu merasa sedih.

Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon epal itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.”Aku tidak ada masa untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan wang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah engkau menolongku?” Tanya anak itu. “Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah.” Pohon epal itu memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong semua dahan pohon epal itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon epal itu pun turut gembira tetapi kemudian ia merasa sedih kerana remaja itu tidak kembali lagi.

Pada suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon epal itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon epal itu. Dia telah matang dan dewasa.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon epal itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk berlayar. Malangnya, aku tidak mempunyai kapal. Bolehkah kau menolongku?” tanya lelaki itu. “Aku tidak mempunyai kapal untuk diberikan kepada engkau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan kapal. Kau akan dapat berlayar dengan gembira,” kata pohon epal itu. Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon epal itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi setelah itu. Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin tua, datang menuju pohon epal itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon epal itu.”Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada engkau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat kapal. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon epal itu dengan nada pilu.”Aku tidak mau epalmu kerana aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu kerana aku berupaya untuk berlayar lagi, aku merasa penat dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.”

Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon epal itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon epal itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.

Sebenarnya, pohon epal yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua Ibu Bapa kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat remaja, kita memerlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita dalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Kita mungkin berfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon epal itu, tetapi itulah hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani Ibu Bapa mereka. Hargailah jasa Ibu Bapa kita. Begitu besar jasa kedua orangtua kita dan kita tidak mungkin bisa membalasnya, kerana tanpa mereka kita tidak akan jadi seperti sekarang ini.

Al-Fatihah untuk ibu bapa yang tersayang...
Semoga bermanfaat…

http://filsafat.kompasiana.com

No comments:

Post a Comment